Aku dan Dewi sama-sama mahasiswi semester 2 yang lebih sering menghabiskan waktu di kedai kopi daripada di alam terbuka. Tapi semua berubah ketika kami memutuskan untuk mencoba pendakian perdana kami ke Gunung Kali Talang (1.474 mdpl). Ini adalah kisah lengkap petualangan kami – dari panik packing sampai euforia di puncak, khusus untuk cewek-cewek yang ingin mulai mendaki tapi masih ragu.
“Eh, kita perlu liburan yang beda,” ucapku sambil scroll Instagram di kamar kos. Foto-foto teman yang hiking dengan pemandangan indah membuatku iri. Dewi yang sedang asyik pakai masker wajah langsung menanggapi, “Emangnya kamu sanggup? Terakhir jalan ke mall aja kamu minta naik eskalator!”
Tapi setelah melihat review di blog traveling bahwa Kali Talang cocok untuk pemula, kami memutuskan “Ayo, kita coba! Cewek-cewek kuat!” Malam itu juga kami membuat checklist perlengkapan sambil video call, setelah aku pulang dari kosnya dewi:
Packing List Ala-Ala Kami:
– Sepatu kets (karena belum punya hiking shoes)
– Jaket hoodie tebal (untuk perjalanan naik ke gunung)
– Legging olahraga
– Power bank 20.000mAh (prioritas utama!)
– Snack favorit (chiki, susu cokelat, dan air putih)
– Kacamata hitam
– Kerudung cadangan
– Air pods
05.30 WIB kita otw dari rumah, tiba di basecamp sekitar jam 06.00 karena jarak kos kita dari Kali Talang tidak jauh. Udara pagi yang dingin membuat kami menggigil. “Kok sepi ya? Jangan-jangan kita salah tempat,” bisik Dewi gugup. Untungnya, beberapa pendaki lain mulai datang. Seorang ibu penjaga warung dengan ramah menjelaskan jalur pendaftaran.
Fakta Mengejutkan:
– Biaya pendakian hanya Rp 5.000/orang
– Biaya
– Tidak perlu guide jika mau mandiri
– Ada toilet cukup bersih di basecamp
06.00 WIB kita sudah mulai naik untuk trekking, dengan backpack ala-ala (tas kuliah biasa yang kami isi seadanya), kami memulai petualangan. 30 menit pertama melewati bukit dan tebing terasa menyenangkan. “Ini kayak jalan-jalan di taman saja,” candaku. Tapi kami tak menyadari ujian sesungguhnya belum dimulai.
Kaki kami mulai gemetar saat menghadapi tanjakan pertama. “Aku… nggak sanggup…” keluh Dewi sambil terengah-engah. Seorang bapak pendaki yang lewat tersenyum, “Pelankan langkah, nak. Nafas diatur”. Tidak hanya kita saja yang naik ke pegunungan tersebut, tetapi ada sepasang orang tua juga. Yang paling menarik juga ada ibu — ibu yang sedang mencari rumput di pos 4 untuk sapi dirumahnya. Lalu kita mengikuti ibu — ibu tersebut untuk naik pegunungan bersama, karena kita baru kali ini naik pegunungan ” Takut tersesa” ucap dewi.
Tips yang Menyelamatkan Kami:
1. Teknik “Zig-zag” saat menanjak
2. Minum sedikit tapi sering
3. Istirahat 5 menit tiap 30 menit jalan
4. Mengurangi ngobrol
Saat perjalanan menuju pos 1, tanjakan belum begitu seram dan menakutkan. Melainkan masih terbilang mudah, tapi tetap terasa berat. Banyak spot foto dengan pemandangan yang indah saat menuju pos 1. Banyak monyet juga di tebing sebelah, tetapi monyet menambah aksen aesthetic difoto kami. Kami juga melewati sungai yang kering, sejarahnya sih untuk dilewati lahar dingin. Awalnya kita bingung memilih jalur trekingnya, berkat ada ibu — ibu itu jadi kita di ajak untuk bareng menuju pos 4.
08.00 WIB akhirnya kita sampai juga di pos 4, setelah 1 jam perjuangan (lebih lama dari rata-rata karena sering berhenti foto), kami tiba di puncak. Kabut tipis membuat pemandangan Kali Talang terlihat seperti lukisan.