Dalam beberapa tahun terakhir, kehadiran pemain-pemain naturalisasi menjadi fenomena umum di tim nasional kawasan Asia Tenggara. Ada yang dinaturalisasi karena faktor garis keturunan, dan ada juga yang telah memenuhi masa tinggal minimal lima tahun di negara tujuan.
Dari keduanya, faktor garis keturunan sekilas terlihat simpel dan cepat, karena tidak harus melalui masa tinggal tertentu. Meski begitu, mencari pemain diaspora di luar negeri sebenarnya juga punya sisi rumit yang sepadan.
Ada batasan khusus FIFA, soal garis keturunan maksimal, yakni dari generasi kakek-nenek. Persyaratan ini pernah membuat Mauresmo Hinoke batal dinaturalisasi, setelah sempat masuk radar Timnas Indonesia U-20.
Meski punya garis keturunan Indonesia dari pihak ibu, garis keturunan Indonesia sang pemain ternyata berasal dari kakek buyut. Otomatis, profil pemain Top Oss (Belanda) ini tidak sesuai regulasi FIFA.
Untuk para pemain yang memenuhi syarat pun, proses administrasinya cukup makan waktu, karena masih ada syarat berupa dokumen-dokumen pendukung yang harus dilengkapi. Jika memenuhi syarat menjadi WNI pun, masih ada proses perpindahan anggota federasi, misalnya dari KNVB (Belanda) ke PSSI.
Faktor inilah yang antara lain membuat PSSI dan KNVB menjalin kerja sama. Belakangan, pemain diaspora Indonesia kelahiran Belanda juga berdatangan, mulai dari Jay Idzes sampai Joey Pelupessy, jumlahnya masih bisa terus bertambah di masa depan, karena masih terus ditelusuri.
Kebetulan, Indonesia dan Belanda punya jejak sejarah panjang, yang antara lain hadir lewat kolonialisme di masa lalu.
Meski masa itu sudah lewat, keberadaan diaspora Indonesia di Belanda, antara lain yang berasal dari Maluku, menjadi potensi sekaligus bukti valid yang bisa diterima FIFA. Kasus ini juga menjadi fenomena umum di beberapa negara Afrika, khususnya eks jajahan Prancis dan Inggris.
Selain dari faktor “Dutch Connection”, pernikahan pasangan beda negara juga menjadi potensi lain yang ikut dimanfaatkan. Emil Audero (Indonesia-Italia) dan Welber Jardim (Indonesia-Brasil) menjadi contoh segar kriteria ini, dengan salah satu orangtuanya berasal dari Indonesia.
Faktor pernikahan pasangan beda negara ini bahkan menjadi kontributor penting di Timnas Thailand dan Filipina, yang belakangan juga diperkuat pemain diaspora. Keberadaan pemain blasteran juga ikut mewarnai Singapura generasi kekinian.