Biasanya, pertandingan perebutan tempat ketiga di turnamen sepak bola dianggap kurang bergengsi. Bahkan tidak jarang pemain atau pelatih menganggapnya sekadar “formalitas”. Tapi malam itu, saat Prancis menghadapi Jerman, semua asumsi saya sebagai penonton terpatahkan. Ini bukan sekadar laga hiburan ini pertandingan penuh gengsi, penuh semangat, dan juga penuh pembuktian.
Sebagai penonton netral yang menyaksikan pertandingan dari awal, saya merasa seperti menyaksikan sebuah pertunjukan teatrikal yang emosional. Prancis, yang baru saja tersingkir menyakitkan oleh Spanyol di semifinal, datang dengan tekad bulat. Di sisi lain, Jerman juga ingin menyelesaikan turnamen di kandang sendiri dengan catatan positif. Namun yang saya lihat malam itu, Prancis tampil jauh lebih fokus dan elegan.
Tajamnya Mbapp, Tenangnya Les Bleus
Dari menit-menit awal, Jerman langsung mencoba mendominasi. Mereka menekan tinggi, mencoba menciptakan peluang cepat seperti biasa. Tapi di luar dugaan, Prancis justru bermain dengan penuh ketenangan. Mereka tidak panik, tidak terburu-buru, dan sangat efisien dalam menjaga ritme permainan.
Yang paling mencuri perhatian tentu saja Kylian Mbapp. Di babak pertama, ia mencetak gol yang tak hanya indah, tapi juga penting secara psikologis. Dengan ketenangannya, Mbapp menerima bola terobosan, menggocek sedikit, dan melepas tembakan melengkung yang tak bisa dijangkau kiper Jerman. Saat bola bersarang di gawang, saya langsung berdiri dari kursi, spontan bertepuk tangan. Gol itu menandai ke-50 untuknya bersama tim nasional sebuah pencapaian luar biasa untuk pemain seusianya.
Namun, yang membuat saya kagum bukan hanya golnya, tapi cara dia memimpin permainan. Mbapp bukan hanya penyerang haus gol malam itu, tapi juga pemantul tempo, pemberi arahan, dan inspirasi bagi rekan-rekannya.
Jerman Kehilangan Sentuhan Akhir
Di sisi lain, Jerman sebenarnya tidak tampil buruk. Bahkan mereka beberapa kali membuat peluang emas, terutama di awal babak kedua. Saya sempat mengira mereka bisa menyamakan skor jika saja finishing mereka lebih tajam. Tapi keberuntungan jelas tak berpihak. Tembakan Florian Wirtz membentur tiang, satu peluang di menit ke 60an dianulir karena offside, dan penalti yang sempat diminta tidak dikabulkan.
Dari kursi penonton, saya bisa melihat ekspresi frustrasi mulai muncul di wajah para pemain Jerman. Mereka bermain dengan intensitas tinggi, tapi seperti kehilangan ketenangan saat mendekati kotak penalti Prancis. Dan ketika Michael Olise mencetak gol kedua untuk Prancis lewat skema serangan balik cepat yang rapi, semuanya terasa seperti klimaks dari sebuah drama sepak bola.
Laga Emosional dengan Gengsi Tinggi
Yang membuat pertandingan ini begitu berkesan bagi saya bukan hanya karena kualitas permainannya, tapi juga emosi yang terasa dari awal sampai akhir. Ini bukan pertandingan antara dua tim yang sudah tersingkir ini pertandingan antara dua negara dengan sejarah besar, yang tidak mau menutup turnamen dengan kepala tertunduk.