Sebagai penonton, saya tidak menyangka laga semifinal UEFA Nations League antara Portugal dan Jerman akan semenggetarkan ini. Laga yang berlangsung di Allianz Arena, 4 Juni 2025, menjadi bukti nyata bahwa sepak bola bukan soal nama besar atau statistik semata, tapi soal momen, keberanian, dan mental juara.
Jerman, sebagai tuan rumah dan favorit, terlihat begitu siap sejak awal pertandingan. Mereka mendominasi penguasaan bola, tampil agresif, dan benar-benar mengurung pertahanan Portugal sepanjang babak pertama. Saya, yang awalnya netral, jadi ikut terpukau melihat cara main Jerman yang cepat dan penuh tekanan. Tapi di balik dominasi itu, Portugal menunjukkan kesabaran luar biasa. Mereka bertahan dengan rapi dan sesekali melepaskan serangan balik berbahaya.
Babak pertama berakhir tanpa gol. Namun jujur, saya pikir tinggal tunggu waktu saja sebelum Jerman menjebol gawang Portugal. Dan benar saja, baru beberapa menit babak kedua dimulai, Jerman akhirnya memimpin lewat sundulan Florian Wirtz. Sebuah gol yang cantik dari permainan yang memang layak mendapat pujian. Stadion pun bergemuruh, dan saya sempat berpikir laga ini akan jadi milik Jerman sepenuhnya.
Namun, di situlah drama sesungguhnya dimulai. Portugal bukan tim yang mudah menyerah, dan Roberto Martinez pelatih mereka membaca situasi dengan tepat. Sekitar menit ke-60, ia memasukkan pemain muda seperti Francisco Conceio dan Vitinha. Dalam hati saya berpikir: “Ini langkah berani, tapi mungkin agak terlambat.” Ternyata saya salah besar.
Beberapa menit setelah masuk, Conceio menyamakan kedudukan lewat sundulan keras dari luar kotak penalti sebuah momen yang membuat saya melompat dari kursi. Tidak ada yang menyangka pemain muda ini akan mencetak gol sehebat itu, di pertandingan sepenting ini. Dari titik ini, suasana pertandingan berubah total. Jerman tampak terguncang, dan Portugal mulai percaya diri.
Dan lalu datanglah momen yang ditunggu banyak orang: Cristiano Ronaldo. Di usia 40 tahun, ia masih memiliki sentuhan emas. Mendapatkan umpan silang datar dari sisi kiri, Ronaldo menyambut bola dengan sepakan insting tajam gol yang membuat Portugal berbalik unggul. Sebagai penonton, saya benar-benar merinding. Tidak hanya karena Portugal membalikkan keadaan, tetapi karena legenda hidup itu mencetak gol krusial di usia yang biasanya sudah pensiun dari panggung besar.
Setelah gol kedua Portugal, Jerman coba bangkit. Mereka menciptakan beberapa peluang, termasuk tendangan keras dari Karim Adeyemi yang membentur tiang. Tapi malam itu bukan milik mereka. Portugal bermain disiplin, mengatur tempo, dan menjaga keunggulan sampai peluit akhir berbunyi.
Saya tidak bisa tidak memuji mental Portugal. Di tengah tekanan dari ribuan penonton tuan rumah dan tertinggal lebih dulu, mereka justru bangkit dengan lebih ganas. Ini bukan hanya soal strategi, tapi juga soal karakter. Mereka tidak panik, tidak tergesa, dan menunggu waktu yang tepat untuk menghantam balik.

Sebaliknya, Jerman menurut saya sedikit terlena setelah unggul. Mereka tampak percaya diri berlebihan, seperti merasa pertandingan sudah aman. Padahal, ketika menghadapi tim berpengalaman seperti Portugal yang punya pemain sekaliber Ronaldo kesalahan sekecil apa pun bisa fatal.
Pertandingan ini bagi saya lebih dari sekadar skor 2-1. Ini adalah pengingat bahwa dalam sepak bola, tidak ada yang pasti sampai menit akhir. Tim yang tampak kalah bisa berbalik menang dalam hitungan menit. Pemain yang dianggap sudah melewati masa emasnya bisa jadi pahlawan penentu. Dan malam itu, Cristiano Ronaldo kembali membuktikan mengapa namanya akan selalu dikenang dan selalu menjadi tulang punggung bagi Portugal.
Sebagai penonton, saya merasa puas. Ini adalah salah satu pertandingan terbaik yang saya tonton dalam beberapa tahun terakhir. Intens, penuh kejutan, dan emosional. Portugal mungkin bukan tim favorit banyak orang sebelum turnamen, tapi mereka menunjukkan bahwa dengan tekad, strategi, dan sedikit keajaiban dari pemain legendaris, segalanya bisa terjadi.