Ketika Takumi Minamino pertama kali menginjakkan kaki di Eropa pada 2015, publik sepak bola dunia tak banyak menoleh. Ia datang dari Osaka ke Salzburg, kota Mozart, bukan Madrid atau Milan. Namun seperti musik klasik yang sabar menanti apresiasi, Minamino tak menuntut sorotan-ia hanya ingin bermain dan berkembang.
Kini, sepuluh tahun berselang, pemain asal Jepang itu berdiri sebagai sosok penting dalam skuad AS Monaco, klub elite Prancis yang musim depan kembali ke Liga Champions berkat kontribusi vital Minamino. Inilah cerita sunyi seorang samurai bola, yang tidak pernah banyak bicara, tetapi justru memberi makna lewat kerja dan waktu.
Dari Osaka ke Eropa: Langkah Kecil, Mimpi Besar
Minamino memulai karier profesionalnya di Cerezo Osaka, klub yang juga melahirkan Shinji Kagawa. Namun berbeda dengan Kagawa yang langsung bersinar di Dortmund, Minamino memulai dengan langkah lebih sunyi: ke Red Bull Salzburg, klub Austria yang kala itu hanya dikenal sebagai “pabrik talenta”.
Namun justru di Salzburg, Minamino menempa dirinya. Ia belajar pressing intensitas tinggi, eksekusi cepat, dan taktik Eropa. Ia bersinar di Liga Europa, menarik perhatian Jurgen Klopp, dan akhirnya pindah ke Liverpool pada 2020. Tapi di Anfield, harapan itu nyaris terbenam.
Liverpool: Antara Mimpi dan Bangku Cadangan
Bergabung dengan tim sekelas Liverpool adalah pencapaian, tapi juga jebakan. Minamino masuk ke skuad penuh bintang: Salah, Mane, Firmino, Jota. Peluang tampil minim. Meski mencetak beberapa gol penting di Piala Liga dan FA Cup, publik Inggris cepat melupakan kontribusinya.
Namun di sinilah terlihat watak samurainya. Ia tidak menyerah. Tidak protes. Tidak mencari panggung lewat media sosial. Ia memilih jalan elegan: memperbaiki diri, dan menanti kesempatan.
Monaco: Kebangkitan yang Tenang tapi Tajam
Pada 2022, Minamino pindah ke AS Monaco. Banyak yang menyebut itu “turun level”. Tapi di sinilah kisahnya berbalik. Setelah musim pertama yang biasa-biasa saja, musim 2024/2025 menjadi panggungnya.
Minamino menjadi playmaker cerdas yang menjembatani lini tengah dan depan. Ia mencetak 6 gol, termasuk satu gol pembuka krusial saat Monaco mengalahkan Lyon 2-0-kemenangan yang memastikan tiket ke Liga Champions.