Di langit Algarve yang tenang, badai sepak bola meletus. Kroasia, tim yang sering disebut “penyihir dari Balkan”, memberikan pelajaran sepak bola yang tak terlupakan kepada Gibraltar. Skor akhir? 7-0. Tapi skor hanyalah angka. Di balik angka itu ada cerita tentang teknik, determinasi, dan seni dalam menyusun serangan.
Sebuah Pelajaran yang Mahal untuk Gibraltar
Gibraltar bukan lawan yang sepadan di atas kertas, dan kenyataannya di lapangan membenarkan hal itu. Dalam 90 menit penuh dominasi, Kroasia seperti orkestra yang memainkan simfoni sempurna. Mereka menguasai bola 69% dari waktu, melepaskan 30 tembakan, dan membiarkan lawannya hanya menjadi penonton dari dalam lapangan.
Gibraltar, negeri mungil dengan populasi tak lebih dari 35.000 jiwa, kembali harus menelan kenyataan pahit dalam laga kualifikasi Piala Dunia 2026. Ini adalah kekalahan ketiga mereka, tanpa mencetak satu pun gol, dan kebobolan 14 kali.
Namun, dari kekalahan ini, Gibraltar bisa belajar. Belajar bahwa sepak bola adalah kerja kolektif, strategi, dan pengalaman panjang. Belajar bahwa untuk sampai ke panggung besar, proses panjang dan menyakitkan tak bisa dihindari.
Ivan Perisic: Sang Maestro
Laga ini mungkin akan dikenang sebagai salah satu konser terbaik Ivan Perisic. Pemain gaek ini tak hanya mencetak gol indah di menit ke-73, tapi juga menyumbang tiga assist – penampilan yang membuktikan bahwa usia hanyalah angka ketika teknik dan visi masih tajam.
Perisic adalah perpaduan antara seni dan otot. Dia tak berlari lebih cepat dari lawan, tapi pikirannya lebih cepat dari siapa pun di lapangan. Ia melihat celah, ia menciptakan ruang, dan ia menghukum setiap kesalahan dengan presisi seorang maestro.
Kroasia: Siap untuk Gelar Besar?
Dengan skuad berisi nama-nama seperti Kramaric, Pasalic, dan Budimir – plus regenerasi dari Ivanovic – Kroasia mengirimkan pesan bahwa mereka belum selesai. Generasi emas yang membawa mereka ke final Piala Dunia 2018 dan semifinal 2022 mungkin mulai menua, tapi penggantinya tampaknya siap menyambung napas sejarah.
Kemenangan 7-0 bukan sekadar tiga poin. Ini adalah penegasan identitas. Bahwa Kroasia masih ada, masih lapar, dan masih ingin menjadi ancaman di panggung dunia.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!