Notice: Fungsi _load_textdomain_just_in_time ditulis secara tidak benar. Pemuatan terjemahan untuk domain total dipicu terlalu dini. Ini biasanya merupakan indikator bahwa ada beberapa kode di plugin atau tema yang dieksekusi terlalu dini. Terjemahan harus dimuat pada tindakan init atau setelahnya. Silakan lihat Debugging di WordPress untuk informasi lebih lanjut. (Pesan ini ditambahkan pada versi 6.7.0.) in /www/indo/38.181.62.195/wp-includes/functions.php on line 6121
Eliano Reijnders dan Batas Empati Netizen, Sepak Bola Bukan Segalanya – mahjong ways

Eliano Reijnders dan Batas Empati Netizen, Sepak Bola Bukan Segalanya

Jakarta — Dunia sepak bola Indonesia kembali diguncang, bukan oleh hasil pertandingan, tapi oleh perdebatan seputar komitmen dan kemanusiaan. Eliano Reijnders, pemain naturalisasi berdarah Belanda yang belum lama disahkan menjadi Warga Negara Indonesia, menuai hujatan dari sebagian netizen karena memilih absen dari panggilan timnas. Alasannya sederhana, namun penting: ia ingin mendampingi istrinya yang sedang hamil.

Bagi sebagian besar orang yang memahami makna keluarga, keputusan ini sangat manusiawi. Tapi di media sosial, pernyataan itu justru berubah menjadi bumerang. Komentar bernada sinis, ejekan, bahkan cercaan mewarnai lini masa. Ada yang menyebutnya tidak cinta Indonesia, ada pula yang membandingkan dedikasinya dengan pemain-pemain lain yang tetap datang meski jauh dari keluarga. Padahal, narasi semacam ini sangat menyederhanakan realitas hidup atlet profesional.

Kita lupa, Reijnders baru saja menyelesaikan proses naturalisasi. Ia belum pernah benar-benar bermain di pertandingan resmi Timnas, belum punya ikatan emosional yang dalam dengan publik Indonesia, dan tentu masih dalam masa adaptasi secara identitas. Maka keputusan pribadinya untuk memilih hadir dalam momen penting kehidupan keluarganya, semestinya dipandang sebagai bentuk tanggung jawab—bukan pengkhianatan.

Lebih jauh, ini sebetulnya adalah refleksi tentang ekspektasi publik Indonesia terhadap atlet. Kita terlalu sering menaruh harapan yang tinggi, bahkan berlebihan, seolah pemain harus 100% selalu siap tanpa alasan, tanpa jeda. Kita menuntut mereka bermain maksimal, tapi lupa bahwa di balik jersey, mereka tetap manusia biasa. Mereka punya keluarga, persoalan pribadi, dan ruang untuk mengambil keputusan yang sesuai dengan nurani mereka.

Eliano Reijnders tidak sedang menolak negara. Ia hanya memilih hadir dalam proses kehidupan seorang ayah yang baru. Dan keputusan itu, dalam banyak budaya, dianggap mulia. Di Eropa, banyak pelatih yang bahkan memberi dispensasi kepada pemain untuk cuti keluarga tanpa pertanyaan. Mengapa kita di Indonesia justru melihat hal semacam ini sebagai bentuk kelemahan?

Ada pelajaran penting yang bisa dipetik: sebagai bangsa besar, kita perlu membiasakan diri untuk menghargai keputusan pribadi, bahkan dari tokoh publik. Kritik boleh, harapan boleh, tapi tetap dalam batas-batas kesadaran bahwa mereka bukan robot. Mereka bukan milik publik sepenuhnya. Mereka punya ruang privat yang wajib kita hormati.

Bagi Reijnders, keputusan ini mungkin akan membuatnya teralienasi dari sebagian penggemar. Tapi ia justru memberi contoh baik tentang bagaimana menyeimbangkan peran profesional dan peran sebagai suami. Jika nanti ia benar-benar membela Indonesia, justru ia akan bermain dengan penuh hati, bukan karena tekanan, tapi karena cinta yang tumbuh secara alami.

Sepak bola adalah soal kebanggaan. Tapi lebih dari itu, ia adalah cerminan dari nilai-nilai kemanusiaan. Dan Eliano Reijnders baru saja memberi kita cermin itu—tinggal bagaimana kita melihatnya, dengan amarah… atau empati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




Mohon tunggu…

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya

Beri Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi
tanggung jawab komentator
seperti diatur dalam UU ITE


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *