Keberhasilan Barcelona meraih treble di level domestik tak lepas dari sentuhan tangan Pelatih Hansi Flick. Tiba pada awal musim lalu guna menggantikan tempat Xavi Hernandez yang dipecat oleh manajemen klub, Flick tanpa begitu berkoar-koar mampu mengembalikan sekaligus menaikan mentalitas permainan Barca.
Hanya dua pemain yang tiba bersamaan dengan Flick. Dani Olmo dan Pau Victor. Dari kedua pemain tersebut, hanya Olmo yang kerap dipakai oleh Flick dengan menempati posisi di belakang striker utama. Selebihnya, Victor kerap masuk sebagai pemain pengganti.
Nasib kedua pemain itu sempat terombang-ambing ketika memasuki paru kedua musim kompetesi. Masalah pendaftaran ke skuad utama sempat ditolak untuk diperpanjang. Berkat negosiasi yang alot, pada akhirnya Olmo dan Victor terdaftar untuk bisa bermain hingga akhir musim ini.
Permasalahan pendaftaran Olmo dan Victor tak lepas dari ketidakstabilan keuangan klub. Kondisi keuangan klub menjadi salah satu tantangan yang dihadapi oleh Flick ketika tiba sebagai pelatih Barca. Hal itu pun pernah dikeluhkan oleh Xavi sehingga keluhan dari mantan pemain Barca itu berujung pada pemecatan.
Flick tak sedikitnya mengeluh. Sebaliknya, mantan pelatih Bayern Muenchen dan Timnas Jerman itu memanfaatkan para pemain yang tersedia. Dengan kombinasi pemain muda didikan akademi La Masia dan pemain senior seperti Rober Lewandowski, Raphinha, Andre Ter Stegen hingga Inigo Martinez, Flick mampu membuat Barca menemukan performa terbaik.
Tiga gelar menjadi bukti dari sentuhan tangan dingin Flick. Tiga gelar itu menandakan bahwa kesuksesan tak semata-mata tercapai lewat kekuatan finansial, tetapi kejelian dalam memanfaatkan talenta yang sudah dididik di akademi La Masia.
Terang saja, pemain seperti Lamine Yamal yang mampu mencuri perhatian pada Piala Eropa 2024 di Jerman naik daun di tangan Flick. Raphinha yang sempat diisukan keluar dari Barca dan posisinya digantikan oleh Nico Williams mampu tampil sebagai pemain penting di lini depan Barca.
Hingga pemain didikan akademi yang kurang begitu dikenal seperti Marc Cassado, H. Fort hingga Gerard Martin mampu tampil pada level terbaik ketika dipercayakan oleh Flick. Terlihat bahwa Flick menemukan formula yang tepat dalam meramu antara pemain senior dengan pemain muda.
Salah satunya adalah pendekatan personal Flick pada setiap pemain. Apalagi sebagian besar pemain Barca terbentuk di akademi La Masia, dan itu bisa dimanfaatkan Flick untuk menguatkan koneksi yang sudah terbangun sejak di akademi.
Selain itu, Flick rupanya tak mempunyai kosa kata pemain spesial dalam memilih pemain. Sejauh seorang pemain menunjukkan kualitasnya, tempatnya akan aman dan mendapatkan jam bermain bersama tim.