Balap Liar di Era Modern: Ketika Jalanan Menjadi Panggung, dan Nyawa Dipertaruhkan
Di tengah derasnya arus teknologi dan media sosial, generasi muda hari ini hidup dalam era yang penuh kemungkinan. Sayangnya, sebagian justru memilih cara lama yang berbahaya: balap liar. Fenomena ini tidak hanya menjadi ancaman bagi keselamatan pelaku dan pengguna jalan lain, tetapi juga menandakan adanya kegelisahan sosial yang belum ditangani dengan tuntas.
Fenomena Balap Liar di Perkotaan
Balap liar di Indonesia, khususnya di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, semakin menjadi-jadi. Di Jakarta, lokasi seperti Jalan Boulevard Artha Gading atau Jalan Raya Taman Mini dikenal sebagai “sirkuit dadakan”. Pelaku kebanyakan adalah remaja dan pemuda berusia antara 15–25 tahun, dengan kendaraan modifikasi berkecepatan tinggi dan suara knalpot bising.
Baru-baru ini, seorang joki remaja tewas dalam kecelakaan tragis di Jakarta Barat setelah motor yang dikendarainya kehilangan kendali dan menghantam pembatas jalan (Detik, 2023). Tak hanya pelaku, korban juga bisa dari masyarakat atau petugas. Pada Maret 2025, seorang anggota Polsek Kelapa Gading justru ditabrak saat membubarkan aksi balapan liar (Liputan6, 2025).
Kenapa Balap Liar Tetap Ada?
1. Kebutuhan Akan Eksistensi dan Pengakuan
Remaja adalah fase mencari identitas. Ketika ruang berekspresi terbatas, jalanan menjadi panggung utama. Mereka ingin dianggap hebat, ingin ditakuti atau dikagumi, bahkan jika itu berarti melanggar hukum dan membahayakan nyawa.
2. Pengaruh Media Sosial
Platform seperti TikTok dan Instagram memperparah situasi. Banyak pelaku merekam aksi balap mereka untuk dijadikan konten. Video yang menunjukkan kecepatan ekstrem, atraksi ‘standing’ atau wheelie sering kali viral dan mendapat banyak apresiasi dalam bentuk likes dan komentar.Fenomena ini mendorong adrenalin lebih dari sekadar balapan. Kini, mereka balapan untuk penonton online, bukan hanya lawan di jalan.
3. Kurangnya Alternatif Positif
Kegiatan komunitas atau sirkuit resmi memang ada, tapi masih belum merata atau terjangkau. Banyak pemuda yang merasa tak punya opsi legal untuk menyalurkan hobinya, padahal minat otomotif adalah potensi luar biasa jika diarahkan ke dunia balap profesional atau teknik mesin.
Dampak Balap Liar
Fisik: Cedera berat, cacat seumur hidup, bahkan kematian.
Hukum: Tindakan kriminal, tilang, hingga hukuman pidana.
Sosial: Meresahkan masyarakat, membahayakan pengguna jalan.
Ekonomi: Kerusakan kendaraan, biaya rumah sakit, dan kerugian publik.
Apa Solusinya?
1. Pendidikan dan Literasi Jalanan
Kesadaran soal bahaya balap liar harus ditanamkan sejak dini, baik di sekolah maupun komunitas. Pelatihan safety riding dan simulasi kecelakaan bisa menjadi bagian dari kurikulum edukasi lalu lintas.