Notice: Fungsi _load_textdomain_just_in_time ditulis secara tidak benar. Pemuatan terjemahan untuk domain total dipicu terlalu dini. Ini biasanya merupakan indikator bahwa ada beberapa kode di plugin atau tema yang dieksekusi terlalu dini. Terjemahan harus dimuat pada tindakan init atau setelahnya. Silakan lihat Debugging di WordPress untuk informasi lebih lanjut. (Pesan ini ditambahkan pada versi 6.7.0.) in /www/indo/38.181.62.195/wp-includes/functions.php on line 6121
Elegi di Bernabeu :Ketika Remontada Menjadi Dongeng Usang. – mahjong ways

Elegi di Bernabeu :Ketika Remontada Menjadi Dongeng Usang.

Real Madrid tak hanya kalah tapi mereka dilumat. Dan di atas panggung megah bernama Santiago Bernabu, yang dulu menjadi altar para dewa sepak bola, kini hanya tersisa bayang-bayang keruntuhan. Arsenal, tim yang sering kali disebut hanya unggul dalam wacana dan pembangunan proyek masa depan, malam itu menjadi algojo kepercayaan publik Madrid. Skor akhir agregat 1-5 bukan sekadar angka ia adalah epitaf bagi mitos “remontada” yang selama ini disakralkan. Tanggal 16 April 2025 menjadi hari duka. Bukan untuk sepak bola, tapi bagi romantisme yang selalu dibangun fans Madrid setiap kali tim tertinggal. Mereka percaya bahwa klub ini diciptakan bukan untuk tunduk Namun kenyataan bicara sebaliknya. Ini adalah Kekalahan dalam Sunyi, Kekosongan dalam Sorak Di leg kedua perempat final Liga Champions, Real Madrid menjamu Arsenal dengan harapan membalikkan defisit 0-3 dari Emirates. Namun harapan itu tak lebih dari desir angin musim semi. Arsenal bermain taktis, penuh percaya diri, dan menyodorkan pelajaran penting tentang bagaimana memenangkan pertandingan besar tanpa perlu bersilat lidah. Martin degaard membuka skor, Vincius menyamakan, dan Gabriel Martinelli menutup malam itu dengan sundulan yang seperti palu godam bagi para Madridista. Skor akhir 1-2 menutup agregat memalukan: 1-5 untuk Arsenal. Menurut laporan Cadena SER, kekalahan ini menjadi salah satu yang paling menyakitkan dalam sejarah klub  bahkan melebihi eliminasi oleh Ajax tahun 2019. Saat itu Madrid sedang dalam masa transisi. Kini, mereka datang dengan Mbapp, dengan Bellingham, dengan semangat penuh keyakinan. Tapi semuanya runtuh dalam satu malam. Kita liah di media sosial, para fans Madrid tak bisa lagi menyembunyikan luka dengan kebanggaan. Meme berserakan. “Remontada? Itu makanan khas Catalunya kan?” tulis seorang netizen. Lainnya menyindir: “Kami membeli Mbapp untuk promosi jersey TikTok.” Kritik tak hanya datang dari luar Para penggemar sendiri menertawakan timnya. Ironi menjadi bahasa sehari-hari dan Kekalahan ini bukan hanya soal hasil, tapi soal identitas. Madrid selalu dikenal sebagai klub dengan mental juara, tetapi malam itu, bahkan keyakinan itu pun terasa dipinjam. Realitas yang Tidak Bisa Disangkal bahwa  Bukan salah VAR meski satu penalti sempat dibatalkan. Bukan juga salah taktik Ancelotti yang terlalu lambat membaca permainan. Bukan pula salah para pemain muda yang belum matang. Masalahnya ada pada kepercayaan yang membutakan: bahwa sejarah selalu bisa diulang. Namun, sepak bola bukan museum Ia hidup, bergerak, dan terkadang, tak berpihak pada mereka yang hanya bersandar pada kejayaan masa lalu. Madrid Akan Kembali, Tapi Bukan Hari Ini Mungkin Madrid akan bangkit. Mereka selalu begitu dan  Sejarah menunjukkan, bahkan dalam reruntuhan, klub ini punya daya lahir kembali. Namun bukan hari ini, Hari ini adalah untuk berkabung untuk menunduk dan merenung. Untuk menyadari bahwa sepak bola juga milik mereka yang bekerja keras dan tidak hidup dari legenda. Fans Madrid, dengan kesetiaan yang nyaris religius, akan terus bernyanyi. Tapi malam ini, nyanyian mereka bukan tentang kemenangan melainkan tentang kehilangan. Dan di balik satire, di balik marah, ada cinta yang begitu dalam. Ingat  Dalam Sepak Bola, Kita Tak Selalu Menang bahwa Kekalahan ini tidak membunuh Real Madrid. Tidak juga membunuh para pendukungnya. Tapi ia mengajari bahkan raja pun bisa ditumbangkan. Bahwa kesombongan tidak selamanya menjadi pelindung. Dan bahwa kepercayaan harus dibarengi kerja keras, bukan sekadar romantisme. Real Madrid, hari ini kehilangan segalanya harga diri, kepercayaan, dan mimpi. Tapi seperti kata pepatah “Kemenangan adalah milik mereka yang bersedia mengakui kekalahan.” Malam ini bukan milik kami. Tapi musim masih panjang Kami akan kembali. Tapi bukan sebagai legenda yang hidup di masa lalu. Melainkan sebagai pejuang yang belajar dari kenyataan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




Mohon tunggu…

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya

Beri Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi
tanggung jawab komentator
seperti diatur dalam UU ITE


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *