Panggung Piala Dunia Klub 2025 kini memanas, bukan hanya karena persaingan antar tim elite dunia, tetapi juga karena sebuah narasi yang jauh lebih dalam: narasi tentang penebusan, dendam, dan warisan.
Inter Miami, satu-satunya wakil dari tuan rumah Amerika Serikat, melangkah ke babak 16 besar dengan status runner-up Grup A. Namun, bukan sekadar lolos yang menjadi sorotan, melainkan lawan yang akan mereka hadapi: Paris Saint-Germain, sang juara Grup B.
Pertemuan ini bukan duel biasa, ini adalah reuni yang sarat makna, terutama bagi seorang Lionel Messi.
Titik Balik Sejarah: Messi, PSG, dan Luka Lama
Selama dua musim (2021-2023), Paris menjadi rumah kedua bagi Messi setelah kepergian dramatis dari Barcelona. Di sana, ia memang turut mempersembahkan dua gelar Liga Prancis.
Namun, di mata banyak pihak, termasuk kubu Nasser Al-Khelaifi, proyek Messi di Paris dianggap gagal. Kegagalan itu bukan diukur dari trofi domestik, melainkan dari ambisi tertinggi PSG: mahkota Liga Champions.
Ironisnya, setelah kepergian Messi, Neymar, dan Kylian Mbappe, Les Parisiens justru berhasil meraih mimpi Eropa mereka. Sebuah tamparan keras bagi narasi yang pernah terukir.
Kini, takdir mempertemukan mereka kembali. Ada opini yang mengatakan bahwa Messi akan merasa tertekan menghadapi mantan klubnya, sebuah situasi yang bisa menguras emosi dan mengganggu fokus.
Namun, pandangan ini mungkin terlalu sempit. Justru, bagi seorang Javier Mascherano, pelatih Inter Miami yang juga mantan rekan setim Messi di Barcelona dan timnas Argentina, potensi amarah ini adalah sebuah berkah.
Mascherano melihatnya sebagai pemicu, sebuah katalis untuk mendorong Messi mencapai level performa yang jauh lebih tinggi.