Piala Dunia Antarklub 2025 mencatatkan sejarah dramatis yang tak terlupakan: bukan hanya karena badai petir yang sempat memaksa pertandingan tertunda dua jam, tetapi juga karena performa menggila Benfica yang menghajar Auckland City dengan skor telak 6-0. Di tengah langit yang sempat menggelap di Orlando, justru sinar terang datang dari kaki para pemain Benfica-terutama sang maestro veteran, Angel Di Maria.
Drama Langit Florida dan Penalti Pembuka Di Maria
Pertandingan yang digelar pada 20 Juni 2025 di Exploria Stadium, Orlando, menjadi saksi pertunjukan sepakbola yang penuh dinamika alam.
Di Maria membuka skor lewat penalti di menit ke-45, sebelum langit Florida memuntahkan petir yang memaksa wasit menghentikan laga selama hampir dua jam. Namun setelah jeda panjang, justru Benfica tampil semakin bergairah.
Kebangkitan Pasca-Badai: Parade Gol Tanpa Ampun
Seolah badai memberi energi baru, Benfica menggila di babak kedua:
- Vangelis Pavlidis mencetak gol kedua di menit ke-53 melalui skema operan cepat yang menusuk jantung pertahanan Auckland.
- Renato Sanches, gelandang yang sempat tenggelam di Eropa, muncul bak phoenix di menit ke-63 dengan gol spektakuler dari luar kotak penalti.
- Leandro Barreiro, gelandang muda Luxembourg, menghantam dua gol berturut-turut (76’ & 78’) – keduanya lahir dari transisi cepat dan tekanan tinggi.
- Dan Di Maria, menutup drama ini dengan penalti keduanya di menit 90+8, menegaskan dominasi absolut Benfica.
![Elang Portugal Terbang di Tengah Badai: Kemenangan 6-0 Benfica atas Auckland City [i. prompt kuratorial AI by Feddy WS, 2025]](https://assets.kompasiana.com/items/album/2025/06/21/21-jun-2025-14-00-35-685650cbc925c4708307e4e2.png?t=o&v=770)
Skor akhir: 6-0, kemenangan terbesar sejauh ini di turnamen.
Lebih dari Sekadar Skor: Narasi Klub Tradisional dalam Format Baru
Piala Dunia Antarklub 2025 kali ini berbeda. Dengan 32 tim dan format menyerupai Piala Dunia FIFA, turnamen ini bukan sekadar adu juara regional, tapi pertarungan identitas sepakbola global. Benfica, raksasa Portugal yang sudah lama haus gelar di panggung Eropa, memanfaatkan turnamen ini untuk membuktikan bahwa sejarah dan pengalaman tak pernah usang.
Sebaliknya, Auckland City, klub semi-profesional dari Selandia Baru, menjadi korban dari ketimpangan kualitas yang terlalu nyata. Meski tampil berani, mereka gagal menahan gempuran dari tim dengan kedalaman dan intensitas permainan jauh lebih tinggi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!