Bagaimana efek kekalahan pertandingan terhadap perilaku hate speech dan Hak Asasi Manusia?
Pertandingan sepak bola yang mendebarkan ribuan supporter dua negara antara Jepang dan Indonesia. Tepat pada tanggal 10 juni 2025, pertandingan sepak bola kualifikasi piala dunia grup C dilaksanakan di Suita City Stadium, Osaka antara Jepang vs Indonesia. Pertandingan dengan skor 6-0 berhasil meninggalkan sorotan bagi para pemain beserta tim tidak terkecuali pelatih timnas, dukungan semangat dan bangga banyak di terima dalam bentuk apresiasi dalam kerja keras membawa kemenangan untuk Indonesia. Namun, tidak sedikit masyarakat yang memberikan luka di ranah digital. Beberapa pemain maupun tim mendapatkan lontaran kebencian di media sosial, baik itu dari penggemar fanatik maupun secara anonim.
Ujaran kebencian tidak sekali dua kali terjadi, sering kali hate speech terjadi setelah pertandingan yang menghasilkan skor maupun hasil yang tidak sesuai harapan. Tentu hal ini merupakan sebuah fenomena yang tidak seharusnya dilakukan dalam sebuah pertandingan.
Fenomena ini menyoroti lebih dalam mengenai kewarganegaraan digital dan hak asasi manusia dalam sebuah liga pertandingan.
Hate Speech (Ucapan Penghinaan atau kebencian) adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek (Mawarti. 2018).
Fenomena hate speech merupakan subuah tindakan yang tentu meresahkan dan menggangu kenyamanan sehingga pemerintah mengeluarkan Undang-Undang dan surat edaran tentang ujaran kebencian melalui Pasal 27 ayat (3) UU ITE, Pasal 45 ayat (1) UU ITE dan Surat Edaran (SE) Kapolri nomor SE/6/X/2015 untuk menjaga dampak maupun penyebaran hate speech yang lebih meluas.
Hak kebebasan bereskpresi merupakan salah satu hak asasi manusia yang dirumuskan dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Pasal ini mengandung, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Namun tidak sedikit kebebasan dalam berpendapat maupun bereskpresi menjadi sebuah wadah dalam melakukan ujaran kebencian.

Dalam pertandingan Jepang vs Indonesia, tidak sedikit masyarakat yang mengungkapkan ketidakpuasaannya terhadap hasil dari pemain Indonesia yang bersifat sentimental dan meresahkan. Tidak hanya menyoroti pemain, pelatih juga sering menjadi sasaran masyarakat. Fenomena yang sama terjadi pada setiap pertandingan yang mengalami kekalahan.
Tentu ini merupakan sebuah pelanggaran dalam hak asasi manusia dan penyelewangan dari arti kebebasan bereskpresi. Selain itu, hal ini dapat terjadi karena minimnya kesadaran masyarakat dalam hukum dan etika terutama etika dalam digital.