Malam ini, ketika jarum jam menunjukkan pukul 02:00 WIB pada 1 Juni 2025, dunia sepak bola akan terpaku pada Allianz Arena, Munich, tempat Inter Milan dan Paris Saint-Germain (PSG) bertarung memperebutkan mahkota Eropa di final Liga Champions 2025.
Ini bukan sekadar pertandingan, tapi panggung epik di mana mimpi, air mata, dan gairah menyatu dalam 90 menit yang bisa mengubah sejarah.
Sebagai penggemar sepak bola, jantung saya sudah mulai berdegup kencang hanya membayangkan intensitas laga ini.
Dua tim dengan cerita berbeda, namun hasrat yang sama untuk mengukir nama di trofi paling bergengsi di sepak bola klub Eropa, inilah yang membuat malam ini begitu istimewa.
Inter Milan, Jiwa Nerazzurri yang Tak Pernah Padam
Inter Milan, sang raksasa Italia, datang ke final ini dengan kebanggaan tiga gelar Eropa di masa lalu, terakhir kali di tahun 2010 di bawah arahan Jose Mourinho yang legendaris.
Saya masih ingat malam itu, ketika Diego Milito menjadi pahlawan dan Inter mengangkat trofi di Santiago Bernabeu.
Kini, di bawah Simone Inzaghi, Inter membawa semangat yang sama, perpaduan antara disiplin taktik Italia dan semangat juang yang tak kenal menyerah.
Marcus Thuram, dengan 18 golnya musim ini, adalah simbol dari Inter modern, cepat, kuat, dan penuh determinasi.
Tapi, lebih dari itu, Inter adalah tentang kolektivitas. Mereka bukan tim yang mengandalkan satu bintang, melainkan sekelompok pejuang yang siap mati-matian demi lambang ular di dada mereka.
Saya bisa merasakan getaran emosi dari para tifoso Inter di San Siro yang mungkin sedang berkumpul, bernyanyi, dan berdoa untuk kemenangan.