Munich – Pada akhirnya, musim yang melelahkan dan penuh drama Eropa akan ditutup dengan satu pertanyaan monumental:
Siapa yang akan mengangkat Si Kuping Besar di Allianz Arena, Minggu dini hari nanti?
Dua kutub kekuatan Eropa, Paris Saint-Germain (PSG) dan Inter Milan, saling berhadapan dalam final Liga Champions UEFA yang diprediksi berlangsung dengan intensitas dan emosi tinggi.
Tapi di balik sorotan kamera, lampu stadion, dan euforia para penggemar, ada satu nama yang berpotensi menjadi penentu takdir laga ini: Lautaro Martinez.
Inter: Antara Kenangan 2010 dan Ambisi 2025
Inter Milan datang dengan sejarah dan luka. Luka itu berasal dari final 2023 di Istanbul, ketika mereka kalah tipis dari Manchester City. Namun, luka itu tak dibiarkan menganga – ia dijahit oleh pengalaman, dan sekarang menjadi kulit tebal bernama kedewasaan taktik.
Di bawah pelatih Simone Inzaghi, Inter menampilkan sepak bola kolektif nan disiplin, berbasis formasi 3-5-2 dengan dua sayap (Dumfries dan Dimarco) yang bisa menyerang maupun bertahan secara dinamis. Di tengah, trio Barella-Calhanoglu-Mkhitaryan menjadi sumber ritme dan transisi cepat.
Namun semua rencana itu bermuara pada satu titik eksekusi: Lautaro Martinez, sang kapten sekaligus mesin gol. Dengan 9 gol dari 13 pertandingan Liga Champions musim ini, ia bukan hanya predator, tapi juga inspirator. Kepemimpinannya kini bukan soal retorika, tapi hasil nyata di lapangan.
“Kami telah mendapatkan rasa hormat dari semua orang. Kini saatnya kami membuktikan, kami bukan hanya kuat, tapi juga layak menjadi juara,” kata Lautaro.
PSG: Impian Terakhir untuk Era Mbappe?
Di sisi lain, PSG membawa misi pribadi: mengakhiri era Kylian Mbappe dengan mahkota Liga Champions. Spekulasi kepindahan sang bintang ke Madrid masih bergulir, dan final ini bisa menjadi panggung perpisahan paling megah.