Diplomasi Sepak Bola sebagai Soft Power Jalan Baru Indonesia Menguasai Asia Tenggara
Oleh: Benito Rio Avianto, SST, M.Ec.Dev.
Analisis Kebijakan Ahli Madya Bidang Telekomunikasi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) dan Magister Ekonomika Pembangunan, Universitas Gadjah Mada (MEP-UGM)
Kebangkitan sepak bola Indonesia tidak lagi hanya menjadi urusan domestik. Derasnya arus pemain Tim Nasional (Timnas) Indonesia yang direkrut klub-klub ASEAN dalam beberapa bulan terakhir menciptakan fenomena baru di kawasan: diplomasi kekuatan lunak berbasis olahraga. Dari Thailand hingga Malaysia, dari Vietnam hingga Kamboja, nama-nama seperti Pratama Arhan, Asnawi Mangkualam, hingga Marselino Ferdinan menjadi incaran klub-klub elite Asia Tenggara.
Fenomena ini bukan kebetulan. Indonesia sedang menikmati momentum emas dari reformasi sepak bola nasional, mulai dari liga yang lebih kompetitif hingga regenerasi pemain muda yang tangguh. Tak hanya itu, naturalisasi strategis yang sempat kontroversial kini terbukti membawa dampak signifikan dalam meningkatkan kualitas skuad Garuda.
Namun, lebih dari sekadar ekspor talenta, ini adalah momen penting yang mengisyaratkan pergeseran kekuatan sepak bola di Asia Tenggara—dari dominasi tradisional Thailand dan Vietnam, kini mulai mengarah ke Indonesia.
Apa yang sedang terjadi sejatinya dapat dibaca sebagai bentuk baru soft power Indonesia. Ketika pemain Timnas kita bersinar di liga luar negeri, mereka bukan hanya membawa nama pribadi atau klub asal, tapi juga citra Indonesia sebagai negara yang kompeten, tangguh, dan siap bersaing secara sehat.
Soft power adalah kemampuan suatu negara untuk mempengaruhi pihak lain melalui daya tarik budaya, nilai, dan identitas, bukan kekuatan militer atau ekonomi semata. Sepak bola, sebagai bahasa universal, menjadi salah satu alat soft power yang paling kuat di era modern. Negara seperti Brasil, Jepang, dan Korea Selatan telah lama memanfaatkan sepak bola sebagai duta budaya dan pencitraan global. Kini, Indonesia berpeluang menempuh jalur yang sama di kawasan Asia Tenggara.
Setiap kali pemain Indonesia tampil memukau di lapangan luar negeri, itu menjadi iklan berjalan bagi Indonesia: tentang kualitas SDM-nya, daya juangnya, bahkan keunikan budaya dan etos kerjanya. Klub luar negeri yang merekrut pemain Indonesia juga turut membuka jalan bagi pertukaran pelatih, pengembangan akademi, serta kerja sama antar-lembaga olahraga. Ini adalah bentuk diplomasi dua arah yang sangat strategis.
Diskursus tentang ASEAN Super League kembali mencuat belakangan ini. Jika benar terealisasi, Indonesia jelas akan menjadi aktor sentral, baik dari segi kualitas pemain maupun kekuatan pasar. Potensi pasar sepak bola Indonesia—dengan 270 juta penduduk dan antusiasme luar biasa—menjadi game changer di tingkat regional.