Ada sebuah ironi yang begitu pekat di udara Mugello pada hari Minggu itu. Di tengah lautan merah para Ducatisti, seorang penunggang Ducati justru disambut dengan simfoni cemoohan yang memilukan saat menapaki podium tertinggi.
Marc Marquez, sang Raja yang seolah terlahir kembali di atas Desmosedici, baru saja menaklukkan Grand Prix Italia 2025 dengan cara yang dominan. Namun, kemenangannya yang gemilang terasa sedikit pahit, diwarnai oleh kebencian lama yang menolak untuk padam.
Bagi kita yang mengikuti MotoGP, Mugello adalah sebuah katedral. Sirkuit legendaris di jantung Tuscany ini bukan sekadar lintasan balap; ia adalah panggung drama, tempat para pahlawan dipuja dan rivalitas membara.
Seharusnya, ini menjadi hari perayaan bagi Ducati. Marquez, dengan motor pabrikan Italia itu, berhasil memutus dahaga kemenangan di sirkuit yang begitu didambakan. Namun, yang terdengar bukanlah sorak-sorai kemenangan, melainkan paduan suara kebencian yang ditujukan kepadanya, kepada adiknya Alex, dan bahkan kepada bendera Spanyol yang berkibar.
Momen inilah yang membedakan antara sekadar penonton dan penggemar sejati. Dan Marquez, dalam responsnya yang tenang namun menusuk, menarik garis pemisah yang sangat jelas. Alih-alih marah, ia justru menyajikan sebuah argumen yang, harus kita akui, sulit untuk dibantah.
Sebuah Olahraga, Bukan Pemujaan Buta
“Ini adalah olahraga,” tegas Marquez, dan dalam kalimat sederhana itu terkandung sebuah kebenaran universal. Ia sama sekali tidak mempermasalahkan dukungan fanatik para penonton terhadap pahlawan tuan rumah, Francesco ‘Pecco’ Bagnaia.
“Anda dapat mendukung pembalap sendiri dan bersorak untuk Pecco… dan itu bagus, saya akan menyukainya, karena dia adalah pahlawan di sini,” lanjutnya.
Di sini, Marquez menunjukkan kedewasaannya. Ia memahami esensi dari dukungan sebuah dorongan semangat untuk jagoan masing-masing. Namun, ia dengan cerdas membedakannya dari tindakan mencemooh lawan hanya karena identitas mereka.
Ketika cemoohan itu tidak lagi didasarkan pada aksi di lintasan, melainkan pada nama ‘Marquez’ atau kebangsaan ‘Spanyol’, maka itu bukanlah lagi tentang olahraga. Itu sudah masuk ke ranah kebencian personal dan nasionalisme sempit.