Notice: Fungsi _load_textdomain_just_in_time ditulis secara tidak benar. Pemuatan terjemahan untuk domain total dipicu terlalu dini. Ini biasanya merupakan indikator bahwa ada beberapa kode di plugin atau tema yang dieksekusi terlalu dini. Terjemahan harus dimuat pada tindakan init atau setelahnya. Silakan lihat Debugging di WordPress untuk informasi lebih lanjut. (Pesan ini ditambahkan pada versi 6.7.0.) in /www/indo/38.181.62.195/wp-includes/functions.php on line 6121
Indonesia Dihukum FIFA, Mengapa Rasisme Muncul Di Sepakbola? – mahjong ways

Indonesia Dihukum FIFA, Mengapa Rasisme Muncul Di Sepakbola?

Meski Timnas Indonesia menang melawan Timnas Bahrain 1-0 dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026 namun kemenangan itu berbuntut Indonesia dijatuhi sanksi oleh FIFA. Badan sepakbola dunia itu menghukum Indonesia karena supporternya dalam laga yang digelar pada Maret 2025 terindikasi melakukan diskriminasi, xenophobia, rasis pada Timnas Bahrain. Bagi FIFA rasisme adalah pelanggaran berat.

Agar tidak mengulang maka FIFA menghukum Indonesia dengan denda sebesar 25.000 US$ atau sekitar Rp413 juta dan pengurangan jumlah suporter pada laga Indonesia vs China pada 5 Juni 2025.

Rasisme kerap terjadi dalam dunia sepakbola sehingga FIFA kerap mengkampanyekan stop rasisme, Say To No Racism, menjelang laga-laga resmi dimulai. Ini dikumandangkan agar tidak menodai kesetaraan manusia dan bangsa-bangsa di dunia. Etnis dan warna kulit manusia itu berbeda-beda, perbedaan yang ada inilah yang perlu dihormati.

Lalu mengapa rasisme muncul dalam dunia sepakbola? Pertama, dukungan yang berlebihan kepada kesebelasan yang didukung. Perasaan inilah yang membuat kesebelasan lain dianggap tidak hanya sebagai lawan namun musuh. Anggapan sebagai musuh itulah yang mengakibatkan munculnya rasa kebencian. Rasa kebencian inilah yang mendorong orang untuk merendahkan, menghina, membully hingga melakukan tindakan kekerasan.

Kedua, pertandingan yang sangat menentukan. Dalam pertandingan yang sangat menentukan, tidak hanya pelatih dan pemain yang akan all out. Suporter pun juga akan melakukan hal yang demikian. Tak heran dalam pertandingan yang sangat menentukan keseruan tidak hanya terjadi di dalam lapangan namun juga di luar lapangan. Dalam moment ini sebelum atau sesudah pertandingan kerap terjadi kerusuhan di jalan dan sekitar stadion. Dalam kerusuhan muncul umpatan rasis.

Ketiga, musuh bebuyutan. Bila dua kesebelasan yang bertanding adalah musuh bebuyutan maka pertandingan itu seperti pertandingan hidup dan mati. Kedua kesebelasan akan mati-matian untuk mengeluarkan segala kemampuannya demi kesebelasannya. Supporter pun semangatnya juga sama tingginya. Coba lihat dulu bila pertandingan antara Jerman-Belanda, Jerman-Inggris, atau Jerman-Argentina, pasti segala babak pertandingan itu seolah-olah adalah pertandingan final. Di sini juga sering terjadi rasisme.

Keempat, tuan rumah yang tidak professional. Bila suatu kesebelasan saat menjadi tuan rumah tidak professional maka akan memunculkan pertandingan yang tidak fair play. Akibatnya pertandingan menjadi tidak imbang hingga menimbulkan kekalahan bagi tim tamu. Ketidak profesionalan yang membuahkan kerugian itu akan menimbulkan keinginan untuk balas dendam bagi tim tamu saat menjadi tuan rumah.

Saat Bahrain menjadi tuan rumah, disebut wasit banyak merugikan Indonesia sehingga Indonesia mengalami kekalahan. Ketidak profesionalan Bahrain sebagai tuan rumah inilah yang kemungkinan menjadi pemicu supporter Indonesia di Stadion GBK melakukan ujaran yang berujung pada hukuman FIFA.

Kelima, rasisme juga bisa muncul ketika ada pemain yang bermain buruk dan mereka adalah orang asing. Maksunya begini, bila ada pemain dari Afrika atau Asia di salah satu klub di Eropa, saat dirinya bermain jelek maka umpatan rasisme akan dilontarkan supporter klub tersebut. Banyak pemain Afrika yang mengalami demikian. Untung Mohammad Salah yang bermain di Liverpool FC bermain sangat bagus sehingga dirinya tak pernah terdengar mendapat umpatan rasisme bahkan Salah mampu mengikis Islamophobia di Inggris.

Secara keseluruhan rasisme di sepakbola Eropa sudah mulai ditinggalkan. Hal demikian bisa tercipta karena ketegasan FIFA, UEFA, maupun badan sepakbola negara masing-masing dalam menegakan aturan anti rasis. Agar klub maupun timnasnya tidak diberi sanksi membuat supporter berpikir ulang saat hendak melontarkan kata-kata yang tak pantas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




Mohon tunggu…

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya

Beri Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi
tanggung jawab komentator
seperti diatur dalam UU ITE


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *