Notice: Fungsi _load_textdomain_just_in_time ditulis secara tidak benar. Pemuatan terjemahan untuk domain total dipicu terlalu dini. Ini biasanya merupakan indikator bahwa ada beberapa kode di plugin atau tema yang dieksekusi terlalu dini. Terjemahan harus dimuat pada tindakan init atau setelahnya. Silakan lihat Debugging di WordPress untuk informasi lebih lanjut. (Pesan ini ditambahkan pada versi 6.7.0.) in /www/indo/38.181.62.195/wp-includes/functions.php on line 6121
Menyusun Ulang Puzzle Kemenangan, Indonesia Tumbang di Sudirman Cup 2025 – mahjong ways

Menyusun Ulang Puzzle Kemenangan, Indonesia Tumbang di Sudirman Cup 2025

Sabtu, 3 Mei 2025, menjadi hari yang pahit bagi publik bulutangkis Indonesia. Harapan mengulang kejayaan Sudirman Cup 2007 pupus di tangan Korea Selatan, dalam semifinal yang menyisakan banyak pelajaran. Bertempat di Fenghuang Gymnasium, Xiamen, tim Merah Putih harus mengakui keunggulan lawan dengan skor 2-3, hasil yang membangkitkan kembali soal arah strategi PBSI dalam ajang beregu campuran sekelas ini.

Satu hal yang paling mencolok dari kekalahan ini adalah keputusan PBSI untuk menurunkan pasangan eksperimen di sektor ganda campuran, Dejan Ferdinansyah dan Siti Fadia Silva Ramadhanti. Di atas kertas, pasangan ini belum menunjukkan kekokohan sinergi taktis yang dibutuhkan melawan Seo Seung Jae/Chae Yu Jung, salah satu pasangan paling solid dan berpengalaman dunia.

Kekalahan dua set langsung 21-10 dan 21-15 mengindikasikan bahwa strategi “uji coba” ini bukan hanya prematur, tapi juga tidak realistis dalam skenario semifinal. Menghadapi tim sekelas Korsel seharusnya menggunakan pendekatan taktis berbasis data performa kombinasi terbaik, bukan semata mengejar jam terbang duet baru.

Kemenangan bukan soal siapa yang lebih kuat, tapi siapa yang paling siap secara strategi. Sudirman Cup 2025 mengajarkan bahwa keberanian mencoba harus diimbangi perhitungan matang.

Namun di tengah kekecewaan, sorotan positif wajib diberikan kepada Alwi Farhan. Pemuda 19 tahun ini menampilkan performa luar biasa dalam tunggal putra, menaklukkan Cho Geonyop dengan dominasi mutlak di dua set akhir 21-8, 21-8. Bukan kebetulan, sebelumnya Alwi juga mengalahkan Anders Antonsen, pemain top dunia asal Denmark.

Apa yang ditunjukkan Alwi bukan hanya permainan cepat dan lincah, tapi kematangan strategi reli pendek serta disiplin dalam menekan ke arah backhand lawan. Alwi adalah representasi dari pola latihan baru PBSI di pelatnas, yang menggabungkan kecerdasan taktik Eropa dengan daya eksplosif khas Asia Tenggara. Sayangnya, performa Alwi belum cukup menular ke sektor tunggal putri. Putri Kusuma Wardani, meski bermain penuh determinasi, tetap tak sanggup menandingi kecerdasan strategi rally dan konsistensi An Se Young. Kekalahan 18-21 dan 12-21 mencerminkan gap kualitas dan kedalaman mental bertanding.

Titik balik sejenak muncul dari ganda putra. Bagas Maulana dan Muhammad Fikri bermain penuh semangat patriotik, memaksakan rubber set dan menang dramatis 25-23 di set penentuan atas Kim/Seo. Kemenangan ini bukan hanya soal fisik, tapi juga keberanian melakukan drive cepat dan variasi tempo saat reli panjang.

Namun drama sesungguhnya terjadi di partai terakhir, ganda putri. Keputusan PBSI menurunkan Fadia lagi, kali ini bersama Amalia Pratiwi, merupakan manuver taktik yang terlalu berisiko. Di level ini, stamina adalah bagian dari strategi. Fadia yang sudah terkuras tenaganya di ganda campuran, tampak tak lagi bertenaga super menghadapi gempuran Baek Ha Na/Lee So Hee.

Skor rubber set yang ketat sebetulnya memperlihatkan bahwa kualitas Fadia dan Amalia tidak buruk. Namun permainan transisi mereka sering terlambat mengantisipasi drop shot cepat lawan, dan rotasi peran depan-belakang tidak cukup cair. Dalam 1 jam 30 menit itu, terlihat bahwa ketahanan fisik belum diintegrasikan maksimal dalam desain strategi PBSI.

Strategi dalam bulutangkis modern bukan hanya soal siapa bermain di mana, tapi kapan dan bagaimana mereka dimainkan. Penempatan pemain di sektor penentuan membutuhkan analisis mikro berbasis durasi pertandingan, kecocokan gaya bermain, dan rekam performa terhadap lawan spesifik.

Kekalahan ini memberi pesan kuat bahwa turnamen beregu seperti Sudirman Cup tidak bisa disikapi sebagai ajang eksperimen. Ini adalah pertarungan gengsi, harga diri bangsa, dan representasi arah manajemen olahraga kita. Jika ingin bersaing setara dengan Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan, PBSI perlu berani melakukan desain strategi terstruktur lima tahun ke depan, bukan pendekatan “tunggu performa” berdasarkan insting pelatih di tengah turnamen.




HALAMAN :

  1. 1
  2. 2


Mohon tunggu…

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya

Beri Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi
tanggung jawab komentator
seperti diatur dalam UU ITE


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *