Di bawah langit musim panas tanggal 12 Juli 1998, lahirlah seorang anak laki-laki di Toronto, Kanada, yang kelak akan menggetarkan panggung bola basket dunia. Nama kompletnya: Shaivonte Aician Gilgeous-Alexander atau, seperti dunia mengenalnya kini, SGA. Dari lorong-lorong lapangan dingin Ontario hingga sorakan membahana di Paycom Center, perjalanan SGA adalah balada tentang kerja keras, luka, kejayaan, dan warisan.
Ia bukan sekadar pemain basket; ia adalah penyair di antara pantulan bola, penggubah ritme yang tak hanya memimpin permainan, tetapi juga menulis ulang takdir Oklahoma City Thunder. Tiga kali ia dipanggil menjadi All-Star, tiga kali pula namanya terukir di All-NBA First Team. Namun, musim 2024–25 adalah kanvas yang menjadi mahakaryanya: MVP musim reguler, MVP Final, pemuncak daftar pencetak skor, dan yang terpenting—pemimpin Thunder menuju mahkota juara pertama sejak franchise itu mendarat di Oklahoma.
Perjalanan besar ini tak dimulai di arena NBA, melainkan di lapangan-lapangan sekolah menengah. Gilgeous-Alexander merintis langkahnya di St. Thomas More dan Sir Allan MacNab sebelum hijrah ke Amerika Serikat untuk menyempurnakan bakatnya di Hamilton Heights, Tennessee. Dari sana, Kentucky Wildcats menjadi persinggahan singkatnya. Satu musim yang cukup untuk membuat Charlotte Hornets jatuh hati dan memilihnya di urutan ke-11 NBA Draft 2018, meskipun nasib segera membawanya ke Los Angeles Clippers, dan kemudian ke Oklahoma City Thunder pada Juli 2019, sebuah langkah yang mengubah segalanya.
Di musim pertamanya bersama Thunder, ia segera menjadi jantung serangan dan membawa tim ke playoff. Tapi dua musim berikutnya membawa luka dan ujian: cedera dan ketidakpastian. Ia tidak menyerah. Tahun 2023 menjadi penanda kebangkitannya. SGA ambil peran di All-Star pertama, anggota All-NBA First Team, dan peringkat keempat pencetak poin terbanyak di liga dengan rata-rata 31,4 per gim.
Musim berikutnya adalah masa penebusan. Ia memuncaki semua: 32,7 poin per gim, MVP, dan pencapaian luar biasa di babak playoff yang akan dikenang dalam legenda. Di Final NBA 2025, melawan Indiana Pacers, ia tidak hanya bersaing. Shai mendominasi.
Game 1 menjadi prolog yang menggetarkan. Dalam kekalahan tipis 110–111, SGA mencetak 38 poin. Tapi angka ini adalah pencapaian ketiga tertinggi dalam debut Final NBA sepanjang masa, hanya di bawah Allen Iverson dan George Mikan.
Ia membalas di Game 2 dengan 34 poin, membawa Thunder menang 123–107, sekaligus menembus angka 3.000 poin gabungan di musim reguler dan playoff, sebuah capaian yang hanya dimiliki oleh para agung.
Puncak demi puncak terus ia daki. Di Game 5, ia mencatat 31 poin, 10 assist, dan 4 blok. Pertunjukan tersebut merupakan penampilan megah yang membawa Thunder unggul 3–2 dalam seri.
Game ini juga menjadi pertandingan ke-12-nya di playoff dengan setidaknya 30 poin dan 5 assist. Jelas tercatat sebagai rekor baru NBA, mengungguli nama-nama seperti Jordan dan LeBron. Hanya tiga nama lain yang pernah mencatat 15 atau lebih pertandingan 30 poin dalam satu playoff: Jordan, Olajuwon, dan Kobe. Kini, nama Gilgeous-Alexander sejajar di antara mereka.
Dan tibalah pada malam sakral: Game 7, 22 Juni 2025. Arena penuh nyala dan napas tertahan. Dalam pertandingan yang menentukan segalanya, SGA turun ke medan selama 40 menit penuh, seolah tak kenal lelah. Ia mencetak 29 poin alias paling banyak di antara semua pemain malam itu. Apa lagi membawa Oklahoma City Thunder pula meraih mahkota juara pertama dalam sejarah mereka di kota itu.