Notice: Fungsi _load_textdomain_just_in_time ditulis secara tidak benar. Pemuatan terjemahan untuk domain total dipicu terlalu dini. Ini biasanya merupakan indikator bahwa ada beberapa kode di plugin atau tema yang dieksekusi terlalu dini. Terjemahan harus dimuat pada tindakan init atau setelahnya. Silakan lihat Debugging di WordPress untuk informasi lebih lanjut. (Pesan ini ditambahkan pada versi 6.7.0.) in /www/indo/38.181.62.195/wp-includes/functions.php on line 6121
Kemarahan Yuran Fernandes, Kebebasan Berbicara, dan Konsekuensi Logis Sepakbola Profesional – mahjong ways

Kemarahan Yuran Fernandes, Kebebasan Berbicara, dan Konsekuensi Logis Sepakbola Profesional

KompasianaLiga Indonesia kembali dikejutkan oleh luapan emosi seorang pemain asing. Yuran Fernandes, bek tangguh sekaligus kapten PSM Makassar, baru-baru ini mencurahkan kekecewaannya terhadap kepemimpinan wasit Nendia Rohaendi dalam laga kontra PSS Sleman (3/5/2025). 

“Sepakbola di Indonesia hanya candaan. Makanya level dan korupsinya akan tetap sama. Jika anda ingin menghasilkan uang, anda bisa datang ke Indonesia. Jika anda ingin bermain sepak bola serius, menjauhlah dari Indonesia.” Inilah postingan Yuran di instastory nya.

Unggahan pedas di media sosialnya, yang menyebut sepak bola Indonesia sebagai “candaan” dan sarang korupsi, sontak memicu reaksi keras. Meski Yuran telah meminta maaf dan menyebutnya sebagai emosi sesaat, bola liar opini sudah bergulir kencang, bahkan sampai ke telinga Ketua Umum PSSI, Erick Thohir.

“Tapi kalau dia menyesal, ya jangan main di Indonesia. Main saja di luar negeri. Jangan cari makan di sini, berkarier di sini, jelek-jelekkin Liga Indonesia,” ucapnya dikutip dari bolasport.com.

Reaksi sang Menteri BUMN tak kalah keras, bahkan berkonotasi “mengusir” pemain asal Cape Verde tersebut dari Indonesia. Polemik ini memantik diskusi tentang kebebasan berpendapat pemain, kemauan mencontoh negara yang sepakbolanya telah maju, dan bagaimana seharusnya otoritas liga menyikapi kritik.

Di tengah sengitnya persaingan di zona degradasi dan euforia gelar juara Liga 1 2024/2025 untuk Persib Bandung, kasus Yuran Fernandes justru menjadi sorotan menyilaukan, membuka luka lama tentang profesionalisme dan tata kelola sepak bola Tanah Air.

Sudut Pandang Sepak Bola Profesional: Kebebasan Berbicara dan Tanggung Jawab Pemain

Dalam lanskap sepak bola profesional global, kebebasan berbicara bagi pemain adalah hal yang lumrah, bahkan seringkali didorong sebagai bagian dari ekspresi dan interaksi dengan penggemar serta media. 

Di liga-liga yang lebih maju, pemain tak ragu mengkritik keputusan wasit yang kontroversial atau menyoroti masalah struktural dalam liga. Namun, kebebasan ini tentu datang dengan tanggung jawab. Jika tuduhan yang dilontarkan tidak berdasar atau mengandung fitnah, konsekuensi logis berupa sanksi dari komisi disiplin klub atau federasi adalah hal yang wajar.

Reaksi emosional Yuran Fernandes, meski disayangkan, bisa dipahami dalam konteks tensi pertandingan dan keyakinannya atas keputusan wasit yang merugikan timnya. Pernyataannya, meski pedas, lebih menyoroti aspek teknis dan tata kelola liga, bukan penghinaan terhadap bangsa Indonesia secara keseluruhan. 

Bandingkan dengan kasus Vinicius Jr di La Liga yang lantang menyebut liga dan negara-nya rasis. Usai investigasi, sang pemain dilindungi, dan justru pelaku rasisme yang dihukum. Di Eropa, kritik pedas terhadap wasit atau liga adalah bagian dari dinamika, yang kemudian dianalisis secara mendalam oleh otoritas terkait untuk perbaikan. 




HALAMAN :

  1. 1
  2. 2
  3. 3


Mohon tunggu…

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya

Beri Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi
tanggung jawab komentator
seperti diatur dalam UU ITE


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *